Salah satu kegiatan sewa menyewa di pasar Simpang Gambir Kecamatan Lingga Bayu yaitu sewa menyewa lapak Sewa menyewa dilakukan oleh penyewa sebagai amestajir (orang yang menyewa) dan pemilik lapak sebagai mujur (orang yang menyewakan), Kegiatan menyewakan lapak di pasar Simpang Gambir sering kali menimbulkan masalah Hal ini dikarenakan para penyewa tidak memenuhi perjanjian yang disepakati. Dalam salah satu syarat sewa menyewa ada yang disebut dengan ma'qud alaih atau obyek sewa. Obyek sewa bisa diserah terimakan, artinya barang sewaan tersebut adalah milik sah mu jur (orang yang menyewakan) dan jika amestayer (orang yang menyewa) meminta barang tersebut sewaktu-waktu mu jit dapat menyerahkan pada waktu itu. Masalah-masalah di sini perlu diperhatikan karena di dalam muamalah, sewa menyewa harus dilakukan sesuai dengan ketentuan-ketentuan hukum Islam. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana praktik sewa menyewa lapak di pasar Simpang Gambir Kecamatan Lingga Bayu dan bagaunana tinjauan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah terhadap praktik sewa menyewa lapak di pasar Simpang Gambir Kecamatan Lingga Bayu
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian lapangan (field research) dengan metode deskriptif kualitatif. Data dikumpulkan melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi.Teknik analisis data dimulai dengan reduksi data, dilanjutkan dengan penyajian data, kemudian melakukan perarikan kesimpulan guna menemukan hasıl sebagai jawaban dari rumusan masalah.Hasil penelitian menunjukkan praktik sewa menyewa lapak di Pasar Simpang Gambir Kecamatan Lingga Bayu belum mempunyai kontrak tersendiri antara pedagang dengan pemilik lapak. Masih banyak ditemukan pedagang yang tidak menepati janjinya untuk membayar uang sewa lapak sesuai kesepakatan Sebagian pedagang juga tidak melakukan ijab qabul dengan pemilik lapak dengan alasan karena mereka ada hubungan kekeluargaan dengan pemilik lapak Sedangkan tinjauan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah praktik sewa menyewa lapak di Pasar Simpang Gambir Kecamatan Lingga Bayu adalah belum sesuai dengan hukum Islam karena dalam praktiknya pemilik lapak dan pedagang belum menggunakan akad ijarah dalam transaksi sewa menyewa, kemudian pihak lapak tidak menjelaskan jangka waktu pembayaran sewa lapak berartı untuk jangka waktu pembayaran masih mengandung unsur ketidakjelasan gharur, sedangkan untuk perjanjian pemilik lapak dan pedagang melakukan perjanjian tidak tertulis atau lisan, saksi tidak dihadirkan dalam pembayaran sewa menyewa lapak dan adanya sanksi terhadap pedagang yang terlambat membayar uang sewa lapak yaitu tambahan pembayaran uang sewa.